Sabun untuk mencuci tangan
Mencuci tangan saja
adalah salah satu tindakan pencegahan yang menjadi perilaku sehat dan
baru dikenal pada akhir abad ke 19. Perilaku sehat dan pelayanan jasa
sanitasi menjadi penyebab penurunan tajam angka kematian dari penyakit
menular yang terdapat pada negara-negara kaya (maju) pada akhir abad 19
ini. Hal ini dilakukan bersamaan dengan isolasi dan pemberlakuan teknik
membuang kotoran yang aman dan penyediaan
air bersih dalam jumlah yang mencukupi.
Mencuci tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, namun hal ini
terbukti tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan
mencuci tangan dengan sabun. Menggunakan
sabun
dalam mencuci tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan
waktunya lebih banyak saat mencuci tangan, namun penggunaan sabun
menjadi efektif karena lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas
saat tangan digosok dan bergesek dalam upaya melepasnya. Didalam lemak
dan kotoran yang menempel inilah kuman penyakit hidup. Efek lainnya
adalah, tangan menjadi harum setelah dicuci dengan menggunakan sabun dan
dalam beberapa kasus, tangan yang menjadi wangilah yang membuat mencuci
tangan dengan sabun menjadi menarik untuk dilakukan.
Kesadaran masyarakat untuk mencuci tangan dengan sabun
Ditempat tempat dimana mencuci tangan merupakan praktik umum yang
dilakukan sehari-hari, dan banyak terdapat sabun dan air bersih, orang
tidak menyadari untuk mencuci tangannya dengan sabun. Sebuah penelitian
di Inggris mengungkapkan bahwa hanya separuh orang yang benar-benar
mencuci tangannya setelah membuang hajat besar/ kecil. Penelitian lain
di Amerika Serikat pada dokter-dokter disana terungkap bahwa dokter
banyak lupa mencuci tangannya setelah menangani pasien satu dan berganti
ke pasien lainnya dengan frekuensi yang cukup tinggi. Para staf
kesehatan sepenuhnya mengerti betapa pentingnya mencuci tangan dengan
sabun, namun hal ini tidak dilakukan karena: ketidadaan waktu (tidak
sempat), kertas untuk pengeringnya kasar, penggunaan sikat yang
menghabiskan waktu
[2] dan lokasi
wastafel yang jauh dimana tangan harus berkali-kali dicuci menggunakan sabun dan dikeringkan sehingga merepotkan.
Pencucian tangan khusus dalam lingkungan medis biasanya membutuhkan
banyak sekali sabun dan air untuk memperoleh busa dan saat telapak
tangan digosok secara sistematis dalam kurun waktu 15-20 detik dengan
teknik mengunci antar tangan, setelah tangan dikeringkan pun para tenaga
medis tidak diperkenankan untuk mematikan air atau membuka pegangan
pintu, apabila hal ini mereka harus lakukan, tangan harus dilidungi
dengan kertas tisyu atau handuk kering bersih
[3].
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun dengan benar dapat menurunkan separuh dari penderita
diare. Penelitian ini dilakukan di
Karachi,
Pakistan
dengan intervensi pencegahan penyakit dengan melakukan kampanye mencuci
tangan dengan sabun secara benar yang intensif pada komunitas secara
langsung. Komunitas yang mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding
yang mirip yang tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah
penderita diare berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,
penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan
menggunakan data elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa
risiko relatif yang didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan
intervensi adalah 95 persen menderita diare, dan mencuci tangan degan
sabun dapat mengurangi risiko diare hingga 47 persen
[4].
Jenis sabun untuk mencuci tangan
Segala jenis sabun dapat digunakan untuk mencuci tangan baik itu
sabun (mandi) biasa, sabun antiseptik, ataupun sabun cair. Namun sabun
antiseptik/ anti bakteri seringkali dipromosikan lebih banyak pada
publik. Hingga kini tidak ada penelitian yang dapat membuktikan bahwa
sabun antiseptik atau disinfektan tertentu dapat membuat seseorang
rentan pada organisme umum yang berada di alam
[5].
Perbedaan antara sabun antiseptik dan sabun biasa adalah, sabun ini mengandung zat anti bakteri umum seperti
Triklosan
yang memiliki daftar panjang akan resistensinya terhadap organisme
tertentu. Namun zat ini tidak resisten untuk organisme yang tidak
terdapat didaftar, sehingga mereka mungkin tidak seefektif apa yang
diiklankan
[6].
Mencegah penyakit
Diagram F transmisi penyakit diambil dari sumber: Wagner dan Lanoix
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu cara paling efektif untuk mencegah penyakit
diare dan
ISPA,
yang keduanya menjadi penyebab utama kematian anak-anak. Setiap tahun,
sebanyak 3,5 juta anak-anak diseluruh dunia meninggal sebelum mencapai
umur lima tahun karena penyakit
diare dan ISPA. Mencuci tangan dengan sabun juga dapat mencegah infeksi kulit
[7], mata
[7],
cacing yang tinggal di dalam usus [7],
SARS, dan
flu burung[8].
Pada sebuah penelitan yang dipublikasikan Jurnal Kedokteran Inggris (
British Medical Journal)
pada November 2007 menyatakan bahwa mencuci tangan dengan sabun secara
teratur dan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung, bisa jadi
lebih efektuf untuk menahan penyebaran virus ISPA seperti flu dan SARS.
Temuan ini dipublikasikan setelah Inggris mengumumkan bahwa mereka
menggandakan obat-obatan anti virus sebagai persiapan pandemik flu yang
mungkin terjadi dimasa depan. Berdasarkan 51 riset, peneliti menemukan
bahwa pendekatan melalui perlindungan fisik yang murah sebaiknya
diberikan prioritas dalam rencana nasional mengatasi pandemik flu, saat
bukti-bukti banyak menunjukkan bahwa penggunaan vaksin dan obat-obatan
anti virus tidak efisien untuk menghentikan penyebaran influenza.
Ke 51 penelitian ini membandingkan intervensi untuk mencegah
penularan virus ISPA dari binatang ke manusia atau manusia ke manusia
dengan isolasi, karantina, menjauhkan diri secara sosial, perlindungan
diri dan perlindungan melalui perilaku sehat, intervensi lainnya hingga
tidak melakukan apapun juga. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa secara
individual mencuci tangan dengan sabun, menggunakan masker, sarung
tangan dan pelindung lebih efektif untuk menahan laju penyebaran virus
ISPA, dan lebih efektif lagi bila dikombinasikan. Para peneliti juga
akan mengadakan evaluasi lanjutan akan kombinasi manakah yang terbaik
untuk diterapkan. Penelitian lainnya yang dibulikasikan oleh Cochrane
Library journal pada Oktober 2007 menemukan bahwa mencuci tangan dengan
air dan sabun adalah cara yang sederhana dan efektif untuk menahan virus
ISPA, mulai dari virus flu sehari-hari hingga virus pandemik yang
mematikan
[9].
Sebuah penelitian lain tentang kebijakan kesehatan yang dilakukan
oleh Bank Dunia menunjukkan bahwa perilaku sehat seperti mencuci tangan
dengan sabun kurang dipromosikan sebagai perilaku pencegahan penyakit,
dibandingkan promosi obat-abatan flu oleh staf kesehatan. Hal ini
diperparah apabila lokasi penduduk terpencil dan sulit terjangkau media
cetak maupun elektronik (seperti radio dan TV)
[10].
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan mencuci tangan dengan sabun
- Diare. Penyakit diare menjadi penyebab kematian kedua yang paling umum untuk anak-anak balita.
Sebuah ulasan yang membahas sekitar 30 penelitian terkait menemukan
bahwa cuci tangan dengan sabut dapat memangkas angka penderita diare
hingga separuh [11].
Penyakit diare seringkali diasosiasikan dengan keadaan air, namun
secara akurat sebenarnya harus diperhatikan juga penanganan kotoran
manusia seperti tinja dan air kencing,
karena kuman-kuman penyakit penyebab diare berasal dari kotoran-kotoran
ini. Kuman-kuman penyakit ini membuat manusia sakit ketika mereka masuk
mulut melalui tangan yang telah menyentuh tinja, air minum yang
terkontaminasi, makanan mentah, dan peralatan makan yang tidak dicuci
terlebih dahulu atau terkontaminasi akan tempat makannya yang kotor.
Tingkat kefektifan mencuci tangan dengan sabun dalam penurunan angka
penderita diare dalam persen menurut tipe inovasi pencegahan adalah:
Mencuci tangan dengan sabun (44%), penggunaan air olahan (39%), sanitasi
(32%), pendidikan kesehatan (28%), penyediaan air (25%), sumber air
yang diolah (11%) [12]
- Infeksi saluran pernapasan adalah penyebab kematian utama untuk anak-anak balita.
Mencuci tangan dengan sabun mengurangi angka infeksi saluran pernapasan
ini dengan dua langkah: dengan melepaskan patogen-patogen pernapasan
yang terdapat pada tangan dan permukaan telapak tangan dan dengan
menghilangkan patogen (kuman penyakit) lainnya (terutama virus entrentic) yang menjadi penyebab tidak hanya diare
namun juga gejala penyakit pernapasan lainnya. Bukti-bukti telah
ditemukan bahwa praktik-praktik menjaga kesehatan dan kebersihan seperti
- mencuci tangan sebelum dan sesudah makan/ buang air besar/kecil - dapat mengurangi tingkat infeksi hingga 25 persen [7]. Penelitian lain di Pakistan menemukan bahwa mencuci tangan dengan sabun mengurangi infeksi saluran pernapasan yang berkaitan dengan pnemonia pada anak-anak balita hingga lebih dari 50 persen[13].
- Infeksi cacing,
infeksi mata dan penyakit kulit, . Penelitian juga telah membuktikan
bahwa selain diare dan infeksi saluran pernapasan penggunaan sabun dalam
mencuci tangan mengurangi kejadian penyakit kulit; infeksi mata seperti
trakoma, dan cacingan khususnya untuk ascariasis dan trichuriasis.
Perilaku dan penelitian tentang mencuci tangan dengan sabun di dunia
Peternakan kuman, ilustrasi untuk mencuci tangan dengan sabun
Berbagai macam masyarakat di dunia mencuci tangan dengan sabun untuk
alasan yang berbeda-beda, walaupun pada umumnya perilaku mencuci tangan
dengan sabun itu secara luas diketahui untuk membersihkan tangan dari
kuman namun perilaku ini tidak otomatis dilakukan untuk tujuan tersebut.
- Sebuah studi awal dengan pendekatan kualitatif di Kerala, India
menunjukkan bahwa orang dewasa menginginkan tangan yang bersih atas
dasar kenyamanan, tangan yang tidak bau, menunjukkan kecintaan mereka
terhadap anak-anaknya, dan mempraktikkan tanggung jawab sosial mereka
dalam masyarakat.
- Di Ghana,
tercatat 25 persen dari seluruh kematian yang dialami oleh balita
adalah diakibatkan oleh diare, penyakit ini juga menjadi tiga besar
penyakit yang diderita oleh anak-anak. Balita umumnya mengalami tiga
hingga lima kali diare selama satu tahun dan jumlah yang kurang lebih
sama dialami oleh penderita penyakit infeksi pernapasan. Perhitungan ini
berarti 9 juta kejadian penyakit diare dapat dicegah setiap tahunnya
dengan mencuci tangan menggunakan sabun. Penduduk di Ghana adalah
pengguna sabun yang aktif, mereka membeli banyak sabun untuk kebutuhan
sehari-harinya. Namun hampir seluruh sabun digunakan untuk mencuci
piring dan mandi. Pada penelitian mendasar yang dilakukan di Ghana, 75
persen ibu rumah tangga mengaku telah mencuci tangan mereka dengan
sabun, namun setelah dilakukan penelitian terstruktur, ternyata hanya 3
persen yang benar-benar melakukannya, sementara 32 persen hanya mencuci
tangan mereka dengan air. Beberapa alasan mengapa ibu-ibu ini
menggunakan sabun karena mereka merasa merasa tangan terasa bersih dan
segar setelah kotoran terlepas, mencuci tangan ddengan sabun juga
merupakan salah satu cara untuk menunjukkan bahwa mereka menyayangi anak
mereka, dan pada saat yang sama meningkatkan status sosial mereka.
Kampanye mencuci tangan dengan sabun dimulai pada tahun 2003 di Ghana
melibatkan masyarakat dan pihak swasta (Procter & Gamble)
dan pada tahun 2007 menunjukkan 13 persen kenaikan perilaku mencuci
tangan dengan sabun setelah menggunakan toilet dan 41 persen kenaikan
perilaku mencuci tangan dengan sabun sebelum makan [14].
- Indonesia
perilaku sanitasi pada umumnya diperkenalkan melalui program pemerintah
pada tahun 1970, dimana masyarakat diajarkan untuk menggunakan MCK
dan mandi dua kali sehari (Lumajang, Jawa). Lalu program ini
dilanjutkan dengan memperkenalkan perilaku sehat mencuci tangan dengan
sabun sebelum makan di sekolah-sekolah dasar. Guru dan staf kesehatan
bersama membuat tempat air (dari kaleng cat bekas atau ember plastik,
apapun yang tersedia) untuk digunakan oleh anak-anak. Lalu para staf
kesehatan melatih guru untuk memeriksa kebersihan para muridnya. Di
Pakel, Lumajang, guru juga menyimpan catatan kebersihan anak didiknya
untuk melihat apakah perilaku mereka berubah, dalam catatan terlihat
bahwa selain penurunan tingkat absensi (tidak sekolah), kini anak-anak
juga menjadi rajin beribadah tengah hari karena tersedianya air untuk wudhu, yang sebelumnya tidak bisa mereka lakukan karena kesulitan akses air. [15].
Di daerah lain di Indonesia perilaku mencuci tangan dengan sabun juga
diperkenalkan melalui program dokter kecil di tahun 2007 [16]. Dalam sinetron Si Entong yang ditayang di TPI pada 31 Agustus 2008 [17],
tampak Entong menjadi pelaku penyuluhan cilik mengajak masyarakat untuk
mencuci tangan di pos kesehatan di kediamannya. Perilaku mencuci tangan
dengan sabun untuk memutus mata rantai penularan penyakit juga menjadi
salah satu strategi nasional oleh Departemen Kesehatan dengan tujuan
membangun masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat. Strategi STBM ini
juga merupakan implementasi strategi utama Departemen Kesehatan yaitu
untuk memobilisasi dan memberdayakan masyarakat agar memilih hidup sehat
[18].
- Pada sebuah penelitian di Filipina yang dipublikasikan oleh Bank Dunia pada tahun 2008
perilaku praktik-pratek kesehatan yang baik, seperti mencuci tangan
dengan sabun dapat mengurangi biaya-biaya kesehatan hingga US$455 juta
dollar. Sumbangan terbesar dari angka ini terkait dengan angka kematian
(yang menjadi biaya terbesar), dan biaya lainnya terkait dari dampak
ekonomi seperti kehilangan kesempatan (waktu) untuk sekolah dan
memperoleh pendidikan karena sakit, hilangnya waktu produktifitas
anggota keluarga karena harus mengurus penderita, biaya-biaya yang harus
dibayar di fasilitas kesehatan termasuk biaya administrasi, obat,
penanganan kesehatan, dan transportasi. [19].
- Pakistan
- Upaya mensosialisasikan perilaku sehat sanitasi dan mencuci tangan dengan sabun di Nigeria dimulai oleh sebuah program yang diprakarsai oleh UNICEF
dengan menggunakan anak sekolah sebagai agen perubahan. Dalam membentuk
perilaku sanitasi mandiri dan pengetahuan akan hidup yang bersih dan
sehat anak-anak sekolah dirangsang untuk membentuk kelompok kelompok
sekolah seperti klub sehat & hak untuk anak, yang melibatkan orang
tua dan mengajak partisipasi komunitas di desa untuk ikut serta dalam
proyek-proyek sanitasi. Salah satu sekolah memprakarsai Klub Lingkungan
Sehat dimana para murid mempromosikan perilaku mencuci tangan dengan
sabun untuk komunitas dan memperkenalkan teknik-teknik untuk menjaga
kebersihan air dalam penggunaannya sehari-hari di rumah dan berusaha
agar pengetahuan untuk hidup bersih ini diterapkan dirumah. Dengan
pertolongan dari guru-guru sekitar 12 anak perempuan dan 18 anak lelaki
yang mendirikan klub lalu mengoperasikan dan merawat fasilitas klub
serta mengawasi penggunaan sumur bor. Klub tersebut membiayai
aktivitasnya dengan menjual ember plastik dan bejana tembikar yang
dilengkapi dengan keran. Dua tahun setelah intervensi ini, perilaku
mencuci tangan dengan sabun meningkat hingga 95 persen. Guru mulai
melaporkan bahwa para murid datang kesekolah dalam keadaan bersih, dan
kasus cacingan serta penyakit-penyakit kulit lainnya berkurang. Tidak
hanya itu, angka kehadiran murid pun naik dengan teratur per tahunnya,
dari 320 murid ketika program pertama kali diperkenalkan, hingga 538
murid pada tahun 2001.